POLA HUBUNGAN RUANG (4) selesai


4. Pola Kelompok (Cluster)
Pola dalam bentuk kelompok atau “cluster” mempertimbangkan pendekatan fisik untuk menghubungkankan suatu ruang terhadap ruang lainnya. Sering kali pola ini terdiri dari ruang-ruang selular yang berulang yang memiliki fungsi-fungsi sejenis dan memiliki sifat visual yang umum seperti wujud dan orientasi. Sebuah pola kelompok juga dapat menerima di dalam komposisinya, ruang-ruang yang berlainan ukuran, bentuk, dan fungsinya, tetapi berhubungan satu sama lain berdasarkan penempatan atau alat piƱata visual seperti kesimetrian atau sebuah sumbu. Karena polanya tidak berasal dari konsep geometri yang kaku, bentuk suatu organisasi kelompok bersifat fleksibel dan dapat menerima pertumbuhan dan perubahan langsung tanpa mempengaruhi karakternya.

Ruang-ruang kelompok atau “cluster” dapat diorganisir terhadap suatu titik tempat masuk ke dalam bangunan atan sepanjang alur gerak yang melaluinya. Ruang-ruang dapat dikelompokkan berdasarkan luas daerah atau volume ruang tertentu. Pola ini serupa dengan organisasi terpusat, tetapi kurang dalam hal kepadatan dan keteraturan geometri akhirnya. Ruang-ruang suatu organisasi kelompok juga dapat dimasukkan dalam suatu daerah atau volume ruang yang telah terbentuk.

Karena tidak adanya tempat utama di dalam pola organisasi berbentuk kelompok, maka tingkat kepentingan sebuah ruang harus ditegaskan lagi melalui ukuran, bentuk, atau orientasi di dalam polanya.

Kondisi simetris atau aksial dapat dipergunakan untuk memperkuat dan menyatukan bagian-bagian suatu organisasi kelompok dan membantu menegaskan pentingnya suatu ruang sekelompok ruang atau di dalam organisasi ini.
5. Pola Grid
Pola grid terdiri dari bentuk-bentuk dan ruang-ruang di mana posisinya dalam ruang dan hubungan antar ruang di atur oleh pola atau bidang grid tiga dimensi.

Sebuah grid diciptakan oleh dua pasang garis sejajar yang tegak lurus yang membentuk sebuah pola titik-titk teratur pada pertemuannya. Apabila diproyeksikan dalam dimensi-ketiga, maka pola grid berubah menjadi satu set unit ruang modular berulang.

Kekuatan yang mengorganisir suatu grid dihasilkan dari keteraturan dan kontinuitas pola-polanya yang meliputi unsur-unsur yang diorganisir. Pola-pola ini membuat menjadi satu set atau daerah titik-titik dan garis-garis referensi yang stabil dalam ruang di mana ruang-ruang organisasi grid daerah yang walaupun berbeda dalam hal ukuran, bentuk, atau fungsinya, dapat membagi hubungan bersama.

Suatu grid di dalam arsitektur paling sering dibangun oleh system struktur rangka dari kolom dan balok. Dalam daerah grid ini, ruang-ruang dapat terbentuk sebagai beberapa daerah terisolir atau sebagai pengulangan modul grid. Tanpa melihat penempatannya dalam suatu daerah, ruang-ruang ini, jika dipandang sebagai bentuk-bentuk positif, akan menciptakan set kedua berupa ruang-ruang negatif.

Grid dapat dimanipulasi untuk menyesuaikan sebuah bentuk grid terhadap tapaknya, menetapkan tempat masuk atau ruang luar, memungkinkan pertumbuhan dan perluasan.

Untuk memenuhi persyaratan-persyaratan khusus mengenai dimensi ruang-ruangnya atau untuk menegaskan daerah ruang untuk sirkulasi atau pelayanan, suatu grid dapat dibuat tidak teratur dalam satu atau dua arah. Perubahan dimensi ini akan menimbulkan suatu hirarki modul-modul yang dibedakan oleh ukuran, proporsi, dan lokasinya.

Sebuah grid dapat mengalami perubahan-perubahan bentukyang lain. Bagian-bagian grid dapat bergeser untuk mengubah kontinuitas visual maupun kontinuitas ruang melampaui daerahnya. Pola grid dapat diputus untuk membentuk ruang utama atau menampung bentuk-bentuk alami tapaknya. Sebagian dari grid dapat dipisahkan dan diputar terhadap sebuah titik dalam pola dasarnya. Lewat dari daerahnya, grid dapat mrngubah kesannya dari suatu pola titik ke garis, ke bidang dan akhirnya ke ruang.


Read More......

POLA HUBUNGAN RUANG (3)


2. Pola Linier
Pola linier pada dasarnya terdiri dari sederetan ruang. Ruang-ruang ini dapat berhubungan secara langsung satu dengan yang lain atau dihubungkan melalui ruang linier yang berbeda dan terpisah.

Pola linier biasanya terdiri dari ruang-ruang yang berulang, serupa dalam hal ukuran, bentuk, dan fungsi. Pola ini juga dapat terdiri dari ruang linier tunggal yang menurut panjangnya mengorganisir sederetan ruang-ruang sepanjang bentangnya yang berbeda ukuran, bentuk, atau fungsi. Dalam kedua kasus di atas, tiap-tiap ruang di sepanjang rangkaian tersebut memiliki hubungan dengan ruang luar.

Ruang-ruang yang secara fungsional atau simbolis penting keberadaannya terhadap organisasi dapat terjadi di manapun sepanjang rangkaian linier dan kepentingannya ditegaskan oleh ukuran maupun bentuknya. Kepentingan juga dapat ditekankan menurut lokasinya:
a. Pada ujung rangkaian linier
b. Keluar dari organisasi linier
c. Pada titik-titik belok bentuk linier yang terpotong-potong.

Karena panjang karaternya, organisasi linier menunjukkan suatu arah, dan menggambarkan gerak, perluasan dan pertumbuhan. Untuk membatasi pertumbuhannya, organisasi-organisasi linier dapat dihentikan oleh suatu bentuk atau arah ruang yang dominan, dengan adanya tempat masuk yang menonjol dan tegas, atau penggabungan dengan bentuk bangunan lain atau karena keadaan topografi tapaknya.

Bentuk organisasi linier bersifat fleksibel dan dapat menanggapi terhadap bermacam-macam kondisi tapak. Bentuk ini dapat disesuaikan dengan adanya perubahan-perubahan topografi, mengitari suatu badanair atau sebatang pohon, atau mengarahkan ruang-ruangnya untuk memperoleh sinar matahari dan pemandangan. Bentuknya dapat lurus, bersegmen, atau melengkung. Konfigurasinya dapat berbentuk horizontal sepanjang tapaknya, diagonal menaiki suatu kemiringan atau berdiri tegak seperti menara.

Bentuk pola linier dapat berhubungan dengan bentuk-bentuk lain di dalam lingkupnya dengan:
a. Menghubungkan dan mengorganisir bentuk-bentuk di sepanjang bentangnya
b. Berfungsi sebagai dinding atau penahan untuk memisahkan ruang menjadi daerah yang berbeda
c. Mengelilingi dan melingkupi bentuk-bentuk ke dalam sebuah daerah ruang.

Bentuk-bentuk lengkung dan bersegmen pada pola linier melingkupi daerah ruang eksterior pada sisi cekungnya dan mengarahkan ruang-ruangnya menghadap ke pusat daerah. Pada sisi cembungnya, bentuk-bentuk ini tampak menghadang dan memisahkan ruang dihadapannya terhadap lingkungannya.

3. Pola Radial
Pola radial memadukan unsur-unsur baik terpusat maupun linier. Pola ini terdiri dari ruang pusat yang dominan di mana sejumlah organisasi linier berkembang menurut arah jari-jarinya. Apabila suatu pola terpusat adalah sebuah bentuk yang introvert yang memusatkan pandangan ke dalam ruanmg pusatnya, maka sebuah pola radial adalah sebuah bentuk yang ekstrovert yang mengembang keluar lingkupnya. Dengan lengan-lengan liniernya, bentuk ini dapat meluas dan menggabungkan dirinya pada unsur-unsur atau benda-benda tertentu pada tapaknya.

Seperti pada pola-pola terpusat, ruang pusat pada suatu organisasi radial pada umumnya berbentuk teratur. Lengan-lengan linier di mana ruang pusat menjadi porosnya, mungkin mirip satu sama lain dalam hal bentuk dan panjang dan mempertahankan keteraturan bentuk organisasi secara keseluruhan.

Lengan-lengan rdialnya juga dapat berbeda satu sama lain untuk menanggapi kebutuhan-kebutuhan individu akan fungsi dan konteksnya.

Variasi tertentu dari pola organisasi radial adalah pola baling-baling di mana dengan lengan-lengan liniernya berkembang dari sisi sebuah ruang pusat berbentuk segi empat atau bujur sangkar. Susunan ini menghasilkan suatu pola dinamis yang secara visual mengarah kepada gerak berputar mengelilingi ruang pusatnya.


Read More......

POLA HUBUNGAN RUANG (2)


C. POLA/ORGANISASI RUANG
Cara-cara dasar penyusunan pola dan pengorganisasian ruang-ruang sebuah bangunan. Dalam suatu program bangunan yang tipikal, umumnya terdapat syarat-syarat untuk berbagai macam ruang.

Syarat-syarat tersebut antara lain:
1. Memiliki fungsi-fungsi khusus atau persyaratan bentuk khusus
2. Penggunaan yang fleksibel dan dapat dengan bebas dimanipulasi
3. Memiliki fungsi atau kepentingan tunggal dan unik terhadap suatu pola bangunan
4. Memiliki fungsi-fungsi yang serupa dan dapat dikelompokkan menjadi suatu ‘cluster’ fungsional atau berulang dalam suatu rangkaian linier
5. Membutuhkan bukaan ke ruang luar untuk mendapatkan cahaya, ventilasi, pemandangan, atau pencapaian ke luar bangunan
6. Harus dapat dipisahkan untuk kepentingan pribadi
7. Harus mudah dicapai.

Cara penyusunan ruang-ruang ini dapat menjelaskan tingkat kepentingan relatif dan fungsi serta peran simbolis ruang-ruang tersebut di dalam suatu organisasi pola hubungan ruang pada bangunan. Keputusan mengenai jenis yang harus digunakan dalam situasi khusus akan tergantung pada:
1. Kebutuhan atas program bangunan, seperti pendekatan fungsional, persyaratan ukuran, klasifikasi hirarki ruang-ruang dan syarat-syarat pencapaian, pencahayaan atau pemandangan
2. Kondisi-kondisi eksterior dari tapak yang mungkin akan membatasi bentuk atau pertumbuhan organisasi atau yang mungkin merangsang organisasi tersebut untuk mendapatkan gambaran-gambaran tertentu tentang tapaknya dan terpisah dari bentuk-bentuk lainnya.
Setiap jenis organisasi/pola hubungan ruang didahului oleh bagian yang membicarakan karakter bentuk, hubungan-hubungan ruang dan tanggapan lingkungan dari kategori tersebut. Hal-hal yang perlu dipelajari dalam hubungannya dengan:
1. Ruang-ruang macam apa yang ditampung dan di mana? Bagaiman ruang-ruang tersebut dibentuk?
2. Hubungan-hubungan apa yang terjadi antara ruang, satu dengan yang lain dan terhadap lingkungan eksterior?
3. Di mana tempat masuknya dan konfigurasi apa yang dimiliki alur sirkulasinya?
4. Apa bentuk eksterior organisasi/pola ruang tersebut dan bagaimana tanggapannya terhadap lingkungan?

Jenis-jenis organisasi/pola ruang:
1. Pola Terpusat
Pola terpusat merupakan komposisi terpusat dan stabil yang terdiri dari ruang sekunder, dikelompokkan mengelilingi sebuah ruang pusat yang luas dan domoinan.

Ruang pemersatu terpusat, dari suatu pola pada umumnya berbentuk teratur dan ukurannya cukup besar untuk menggabungkan sejumlah ruang sekunder disekelilingnya.

Ruang-ruang sekunder pada suatu organisasi mungkin setara satu sama lain dalam fungsi, bentuk, dan ukuran, serta menciptakan suatu konfigurasi keseluruhan secara geometris teratur dan simetris terhadap dua sumbu atau lebih.

Ruang-ruang sekunder mungkin berbeda satu sama lain dalam bentuk atau ukurannya sebagai tanggapan terhadap kebutuhan-kebutuhan individu akan fungsi, menunjukkan kepentingan relative, atau lingkungan sekitarnya. Perbedaan antara ruang-ruang sekunder juga memungkinkan bentuk pola dan organisasi terpusat untuk menanggapi kondisi lingkungan tapaknya.

Apabila bentuk pola terpusat bersifat tidak berarah, kondisi-kondisi pencapaian dan jalan masuk harus dikhususkan menurut tapak dan ketegasan salah satu ruang sekunder sebagai gerbang masuk.
Pola sirkulasi dan pergerakan dalam suatu organisasi terpusat mungkin berbentuk radial, lup, atau spiral. Walaupun hampir dalam setiap kasus pola tersebut akan berakhir di dalam atau di sekeliling ruang pusat.

Pola organisasi terpusat yang bentuk-bentuknya relatif padat dan secara geometris teratur dapat digunakan untuk:
a. Menetapkan titik-titik atau “tempat-tempat” di dalam ruang
b. Menghentikan kondisi-kondisi aksial
c. Berfungsi sebagai suatu bentuk obyek di dalam daerah atau volume ruang yang tetap.


Read More......

POLA HUBUNGAN RUANG (1)


A. PENGERTIAN
Bermacam-macam konfigurasi bentuk yang dapat dimanipulasi untuk membentuk suatu daerah atau volume ruang tersendiri, dan bagaiman pola-pola bentuk pejal dan kosong mempengaruhi kualitas visual dari ruang-ruang yang terbentuk. Beberapa bangunan sebenarnya terdiri dari beberapa ruang mandiri. Ruang-ruang tersebut pada umumnya tersusun atas sejumlah ruang yang berkaitan satu sama lain menurut fungsi, jarak, atau alur gerak. Jadi, pola hubungan ruang merupakan suatu konfigurasi bentuk yang membentuk suatu daerah yang mempengaruhi kualitas visual dengan cara-cara dasar menghubungkan ruang-ruang suatu bangunan satu sama lain dan diorganisir menjadi pola-pola bentuk dan ruang yang saling terkait.

B. JENIS HUBUNGAN RUANG
Pola hubungan ruang secara mendasar dapat dikelompokkan menjadi 4 bagian, yaitu:

1. Ruang di Dalam Ruang
Di dalam jenis hubungan ruang ini, ruang yang lebih besar berfungsi sebagai suatu daerah tiga dimensi untuk ruang kecil didalamnya. Agar konsep ini mudah dicerna, penting adanya suatu pembeda yang jelas dalam ukurandi antara kedua ruang,. Jika ruang yang di dalam berkembang ukurannya, ruang yang lebih besar akan mulai kehilangan artinya sebagai rbentuk ruang penutup. Jika ruang yang di dalam tadi terus diperluas, ruang sisa disekitarnya akan menjadi semakin tertekan untuk berfungsi sebagai ruang penutup. Ruang tersebut akan menjadi selaput tipis atau kulit di sekitar ruang yang dikandungnya, sehingga gagasan aslinya akan hilang
Untuk dapat lebih menarik perhatian, ruang yang di dalam dapat memanfaatkan wujud luarnya, tetapi diorientasikan dalam bentuk lain. Hal ini akan meniptakan suatu grid sekunder dan satu set ruang sisa yang dinamis di dalam ruang yang lebih besar.

Ruang yang didalm dapat juga berbeda bentuk dengan ruang pelingkupnya untuk memperkuat kesan sebagai volume yang mandiri. Perlawanan bentuk ini dapat menunjukkan suatu perbedaan fungsional antara kedua ruang atau melambangkan kepentingan ruang yang berada di dalam.

2. Ruang-Ruang yang Saling Berkaitan
Suatu hubungan ruang yang saling berkaitan dihasilkan dari overlapping dua daerah ruang dan membentuk suatu daerah ruang bersama. Jika dua buah ruang membentuk volume berkaitan, masing-masing ruang mempertahankan identitasnya dan definisinya sebagai suatu ruang. Tetapi hasil konfigurasi kedua ruang yang saling berkaitan akan tergantung kepada sejumlah penafsiran.

Bagian yang saling berkaitan dari dua buah volume dapat digunakan bersam secara seimbang dan merata oleh masing-masing ruang.

Bagian yang saling berkaitan dapat melebur dengan salah satu ruang dan menjadi bagian yang menyatu dari ruang tersebut.

Bagian yang saling berkaitan dapat mengembangkan integritasnya sebagai sebuah ruang yang berfungsi untuk menghubungkan kedua ruang aslinya.

3. Ruang-Ruang yang Bersebelahan
Bersebelahan adalah jenis pola hubungan ruang yang paling umum. Hal tersebut memungkinkan definisi yang jelas dan untuk fungsi masing-masing ruang menjadi jelas terhadap fungsi dan persyaratan simbolisnya. Tingkat kontinuitas visual maupun ruang yang terjadi antara dua ruang yang berdekatan akan tergantung pada sifat alami bidang yang memisahkan sekaligus menghubungkan keduanya.

Bidang pemisah dapat:
a. Membatasi pencapaian visual maupun fisik diantara dua ruang yang bersebelahan, memperkuat individualitas masing-masing ruang dan menampung perbedaan-perbedaan yang ada.
b. Muncul sebagai suatu bidang yang berdiri sendiri dalam volume ruang tunggal
c. Menjadi pembatas berupa baris kolom-kolom yang memberikan tingkat kontinuitas visual serta kontinuitas ruang yang tinggi di antara dua buah ruang
d. Seolah terbentuk dengan sendirinya dengan adanya perubahan ketinggian lantai atau material permukaan atau teksturnya di antara kedua ruang. Contoh ini dapat diartikan sebagai suatu volume ruang tunggal yang terbagi menjadi dua daerah yang berhubungan.

4. Ruang-Ruang Dihubungkan oleh Sebuah Ruang Bersama
Dua buah ruang yang terpisah oleh jarak dapat dihubungkan atau dikaitkan satu sama lain oleh ruang ketiga yaitu ruang perantara. Hubungan visual dan hubungan keruangan antara kedua ruang tergantung pada sifat ruang ketiga digunakan bersama-sama.

Ruang perantara dapat berbeda dalam bentuk dan orientasi dari kedua ruang lainnya untuk menunjukkan fungsinya sebagai penghubung. Kedua ruang, seperti juga ruang perantaranya dapat setara dalam wujud dan ukuran dan membentuk serangkaian ruang-ruang linier.

Ruang perantara dapat berbentuk linier untuk menghubu8ngkan kedua ruang yang berjarak, atau menghubungkan seluruh rangkaian ruang-ruang yang tidak mempunyai hubungan langsung satu sama lain.

Ruang perantara yang cukup besar, dapat menjadi ruang yang dominan dalam hubungannya dengan ruang-ruang lain dan mampu mengorganisir sejumlah ruang yang terkait.

Bentuk ruang perantara dapat terjadi dengan sendirinya atau ditentukan oleh bentuk dan orientasi dari kedua ruang yang terkait.


Read More......

SEJARAH ARSITEKTUR


Sejarah dan Perkembangan Arsitektur Dunia
Arsitektur adalah bagian dari kebudayaan manusia, berkaitan dengan berbagai segi kehidupan antara lain: seni, teknik, tata ruang, geografi, sejarah, dan semua aspek kehidupan. Dari segi seni Arsitektur adalah seni bangunan termasuk didalamnya bentuk dan ragam hiasnya. Dari segi teknik, Arsitektur adalah sistem mendirikan bangunan termasuk proses perancangan, sistem struktur dan konstruksi, dalam hal ini juga menyangkut aspek dekorasi dan keindahan. Dipandang dari segi ruang, Arsitektur adalah pemenuhan kebutuhan ruang oleh manusia atau kelompok manusia dalam melaksanakan aktivitasnya. Kemudian dari segi sejarah, budaya, dan geografi; Arsitektur adalah ungkapan fisik dan peninggalan budaya dari suatu generasi masyarakat dalam batasan waktu dan tempat tertentu.

Dari batasan-batasan tadi, maka dapat dikatakan bahwa arsitektur sudah ada sejak adanya manusia pertama hidup di bumi ini, untuk melindungi dirinya dari gejala-gejala alam (hujan, terik matahari, angin, dan lain-lain), ataupun gangguan mahluk hidup lainnya baik binatang maupun manusia dari kelompok lain. Sejak itu hingga sekarang dan masa akan datang arsitektur akan selalu berkembang dalam bentuk yang semakin kompleks. Hal ini, telah terbukti dengan adanya teknologi membangun yang cukup membantu dalam semua alur proses mendirikan sebuah bangunan. Hal ini terjadi sesuai dengan perkembangan peradaban dan kebudayaan termasuk ilmu pengetahuan, teknologi, dan tuntutan kebutuhan manusia baik secara kualitatif maupun kuantitatif.
Sumber: Yulianto Sumalyo, Arsitektur Modern akhir abad 19 dan 20

Read More......

SEJARAH ARSITEKTUR


Arsitektur lahir dari dinamika antara kebutuhan (kebutuhan kondisi lingkungan yang kondusif, keamanan, dsb), dan cara (bahan bangunan yang tersedia dan teknologi konstruksi). Arsitektur prasejarah dan primitif merupakan tahap awal dinamika ini. Kemudian manusia menjadi lebih maju dan pengetahuan mulai terbentuk melalui tradisi lisan dan praktek-praktek, arsitektur berkembang menjadi ketrampilan. Pada tahap ini lah terdapat proses uji coba, improvisasi, atau peniruan sehingga menjadi hasil yang sukses. Seorang arsitek saat itu bukanlah seorang figur penting, ia semata-mata melanjutkan tradisi. Arsitektur Vernakular lahir dari pendekatan yang demikian dan hingga kini masih dilakukan di banyak bagian dunia.
Permukiman manusia di masa lalu pada dasarnya bersifat rural. Kemudian timbullah surplus produksi, sehingga masyarakat rural berkembang menjadi masyarakat urban. Kompleksitas bangunan dan tipologinya pun meningkat. Teknologi pembangunan fasilitas umum seperti jalan dan jembatan pun berkembang. Tipologi bangunan baru seperti sekolah, rumah sakit, dan sarana rekreasi pun bermunculan. Arsitektur Religius tetap menjadi bagian penting di dalam masyarakat. Gaya-gaya arsitektur berkembang, dan karya tulis mengenai arsitektur mulai bermunculan. Karya-karya tulis tersebut menjadi kumpulan aturan (kanon) untuk diikuti khususnya dalam pembangunan arsitektur religius. Contoh kanon ini antara lain adalah karya-karya tulis oleh Vitruvius, atau Vaastu Shastra dari India purba. Di periode Klasik dan Abad Pertengahan Eropa, bangunan bukanlah hasil karya arsitek-arsitek individual, tetapi asosiasi profesi (guild) dibentuk oleh para artisan / ahli keterampilan bangunan untuk mengorganisasi proyek.

Pada masa Pencerahan, humaniora dan penekanan terhadap individual menjadi lebih penting daripada agama, dan menjadi awal yang baru dalam arsitektur. Pembangunan ditugaskan kepada arsitek-arsitek individual - Michaelangelo, Brunelleschi, Leonardo da Vinci - dan kultus individu pun dimulai. Namun pada saat itu, tidak ada pembagian tugas yang jelas antara seniman, arsitek, maupun insinyur atau bidang-bidang kerja lain yang berhubungan. Pada tahap ini, seorang seniman pun dapat merancang jembatan karena penghitungan struktur di dalamnya masih bersifat umum.
Bersamaan dengan penggabungan pengetahuan dari berbagai bidang ilmu (misalnya engineering), dan munculnya bahan-bahan bangunan baru serta teknologi, seorang arsitek menggeser fokusnya dari aspek teknis bangunan menuju ke estetika. Kemudian bermunculanlah "arsitek priyayi" yang biasanya berurusan dengan bouwheer (klien)kaya dan berkonsentrasi pada unsur visual dalam bentuk yang merujuk pada contoh-contoh historis. Pada abad ke-19, Ecole des Beaux Arts di Prancis melatih calon-calon arsitek menciptakan sketsa-sketsa dan gambar cantik tanpa menekankan konteksnya.
Sementara itu, Revolusi Industri membuka pintu untuk konsumsi umum, sehingga estetika menjadi ukuran yang dapat dicapai bahkan oleh kelas menengah. Dulunya produk-produk berornamen estetis terbatas dalam lingkup keterampilan yang mahal, menjadi terjangkau melalui produksi massal. Produk-produk sedemikian tidaklah memiliki keindahan dan kejujuran dalam ekspresi dari sebuah proses produksi.
Ketidakpuasan terhadap situasi sedemikian pada awal abad ke-20 melahirkan pemikiran-pemikiran yang mendasari Arsitektur Modern, antara lain, Deutscher Werkbund (dibentuk 1907) yang memproduksi obyek-obyek buatan mesin dengan kualitas yang lebih baik merupakan titik lahirnya profesi dalam bidang desain industri. Setelah itu, sekolah Bauhaus (dibentuk di Jerman tahun 1919) menolak masa lalu sejarah dan memilih melihat arsitektur sebagai sintesa seni, ketrampilan, dan teknologi.
Ketika Arsitektur Modern mulai dipraktekkan, ia adalah sebuah pergerakan garda depan dengan dasar moral, filosofis, dan estetis. Kebenaran dicari dengan menolak sejarah dan menoleh kepada fungsi yang melahirkan bentuk. Arsitek lantas menjadi figur penting dan dijuluki sebagai "master". Kemudian arsitektur modern masuk ke dalam lingkup produksi masal karena kesederhanaannya dan faktor ekonomi.
Namun, masyarakat umum merasakan adanya penurunan mutu dalam arsitektur modern pada tahun 1960-an, antara lain karena kekurangan makna, kemandulan, keburukan, keseragaman, serta dampak-dampak psikologisnya. Sebagian arsitek menjawabnya melalui Arsitektur Post-Modern dengan usaha membentuk arsitektur yang lebih dapat diterima umum pada tingkat visual, meski dengan mengorbankan kedalamannya. Robert Venturi berpendapat bahwa "gubuk berhias / decorated shed" (bangunan biasa yang interior-nya dirancang secara fungsional sementara eksterior-nya diberi hiasan) adalah lebih baik daripada sebuah "bebek / duck" (bangunan di mana baik bentuk dan fungsinya menjadi satu). Pendapat Venturi ini menjadi dasar pendekatan Arsitektur Post-Modern.
Sebagian arsitek lain (dan juga non-arsitek) menjawab dengan menunjukkan apa yang mereka pikir sebagai akar masalahnya. Mereka merasa bahwa arsitektur bukanlah perburuan filosofis atau estetis pribadi oleh perorangan, melainkan arsitektur haruslah mempertimbangkan kebutuhan manusia sehari-hari dan menggunakan teknologi untuk mencapai lingkungan yang dapat ditempati. Design Methodology Movement yang melibatkan orang-orang seperti Chris Jones atau Christopher Alexander mulai mencari proses yang lebih inklusif dalam perancangan, untuk mendapatkan hasil yang lebih baik. Peneilitian mendalam dalam berbagai bidang seperti perilaku, lingkungan, dan humaniora dilakukan untuk menjadi dasar proses perancangan.
Bersamaan dengan meningkatnya kompleksitas bangunan,arsitektur menjadi lebih multi-disiplin daripada sebelumnya. Arsitektur sekarang ini membutuhkan sekumpulan profesional dalam pengerjaannya. Inilah keadaan profesi arsitek sekarang ini. Namun demikian, arsitek individu masih disukai dan dicari dalam perancangan bangunan yang bermakna simbol budaya. Contohnya, sebuah museum senirupa menjadi lahan eksperimentasi gaya dekonstruktivis sekarang ini, namun esok hari mungkin sesuatu yang lain.
sumber: http://id.wikipedia.org/wiki/arsitektur

Read More......

3 PENDEKATAN RANCANG KOTA


Teori Figure Ground Plan (Solid-Void Plan)
Teori ini berisikan hubungan tekstural antara bentuk yang dibangun (building mass) dan ruang terbuka (open space). Analisis teori ini adalah alat yang sangat baik untuk mengidentifikasikan sebuah tekstur dan pola-pola sebuah tata ruang perkotaan (urban fabric), serta mengidentifikasikan masalah keteraturan massa/ ruang perkotaan.1 Figure adalah istilah untuk massa yang dibangun (biasanya di dalam gambar-gambar ditunjukkan dengan warna hitam), dan ground adalah istilah untuk semua ruang di luar massa itu (biasanya ditunjukkan dengan warna putih). Gambar hitam putih itu tersebut menunjukkan keadaan tekstur kota atau kawasan kota tersebut. Kadang-kadang sebuah figure/ ground juga digambarkan dengan warna sebaliknya supaya dapat mengekspresikan efek tertentu. Untuk penerapan pada wilayah perkotaan figure sering disebut sebagai area urban solid, dan ground disebut sebagai area urban void. Pada keadaan di lapangan, terdapat berbagai macam perwujudan baik dari urban solid maupun urban void, diantaranya :

a. Urban Solid
Tipe urban solid terdiri dari :
- Massa bangunan, monument.
- Persil lahan blok hunian yang ditonjolkan.
- Edge yang berupa bangunan.
b. Urban Void
Tipe urban void terdiri dari :
- Ruang terbuka berupa pekarangan bersifat transisi antara ruang publik dan privat.
- Ruang terbuka di dalam atau dikelilingi massa bangunan bersifat semi privat sampai privat.
- Jaringan utama jalan dan lapangan publik karena mewadahi aktifitas publik berskala kota.
- Area parkir publik bisa berupa taman parkir sebagai nodes yang berfungsi preservasi kawasan hijau.
- Sistem ruang terbuka yang berbentuk linier dan curvalinier. Tipe ini berupa daerah aliran sungai, danau dan semua yang alami dan basah.
Teori Linkage (Teori Keterikatan)
Linkage adalah semacam perekat kota yang sederhana, suatu bentuk upaya untuk mempersatukan seluruh tingkatan yang menghasilkan bentuk fisik suatu kota.2 Linkage merupakan garis semu yang menghubungkan antara elemen yang satu dengan yang lain, atau distrik yang satu dengan distrik yang lain. Garis ini bisa berbentuk jaringan jalan, jalur pedestrian, ruang terbuka yang berbentuk segaris dan lain sebagainya.
Linkage Visual
Salah satu penjabaran teori linkage adalah linkage visual. Dalam linkage visual, dua atau lebih banyak fragmentasi dihubungkan menjadi satu kesatuan secara visual.3
Pada dasarnya, ada 2 pokok perbedaan linkage visual, yaitu :
a. Yang menghubungkan dua daerah secara netral.
b. Yang menghubungkan dua daerah yang mengutamakan 1 daerah.
Terdapat lima elemen linkage visual yang menghasilkan hubungan secara visual4, yaitu :
a. Garis
Elemen garis menghubungkan secara langsung dua tempat dengan satu deretan massa. Untuk massa tersebut bisa dipakai sebuah deretan bangunan ataupun sebuah deretan pohon yang memiliki rupa massif.
b. Koridor
Elemen koridor yang dibentuk oleh dua deretan massa (bangunan atau pohon) membentuk sebuah ruang.
c. Sisi
Elemen sisi sama dengan elemen garis, menghubungkan dua kawasan dengan satu massa. Namun pada elemen sisi ini, perbedaan dari deretan massa penghubung dibuat secara tidak langsung, sehingga tidak diperlukan sebuah garis yang massanya agak tipis, bahkan hanya berupa sebuah wajah yang massanya kurang penting. Elemen tersebut bersifat massif di belakang tampilannya, sedangkan di depan bersifat spasial.
d. Sumbu
Elemen sumbu mirip dengan elemen koridor namun memiliki sifat spasial. Perbedaan dengan elemen koridor terletak pada dua daerah yang dihubungkan oleh elemen tersebut.
e. Irama
Elemen irama menghubungkan dua tempat dengan variasi massa dan ruang. Elemen ini jarang diperhatikan dengan baik, walaupun juga memiliki sifat yang menarik dalam menghubungkan dua tempat secara visual.
Teori Lokasi (Place Theory)
Hakikat teori place dalam disain spasial terletak pada pemahaman budaya dan karakteristik manusia terhadap tempatnya. Manusia memerlukan suatu sistem places yang berarti dan agak stabil (memiliki arti yang sama dengan makna) untuk mengembangkan kehidupan dan budayanya.


Read More......

KONTEKSTUALISME DALAM ARSITEKTUR


A. Konsep Arsitektur Kontekstualisme
Konsep kontekstualisme dalam arsitektur mempunyai arti merancang sesuai dengan konteks yaitu merancang bangunan dengan menyediakan visualisasi yang cukup antara bangunan yang sudah ada dengan bangunan baru untuk menciptakan suatu efek yang kohesif (menyatu). Rancangan bangunan baru harus mampu memperkuat dan mengembangkan karakteristik dari penataan lingkungan, atau setidaknya mempertahankan pola yang sudah ada. Suatu bangunan harus mengikuti langgam dari lingkungannya agar dapat menyesuaikan diri dengan konteksnya dan memiliki kesatuan visual dengan lingkungan tersebut dan memiliki karakteristik yang sama. Desain yang kontekstual merupakan alat pengembangan yang bermanfaat karena memungkinkan bangunan yang dimaksud untuk dapat dipertahankan dalam konteks yang baik.
Arsitektur Kontekstual dapat digolongkan ke dalam dua kelompok besar, yaitu:

1) Contras (kontras/berbeda)
Kontras sangat berguna dalam menciptakan lingkungan urban yang hidup dan menarik, namun yang perlu diingat bahwa kontras dapat dianalogikan sebagai bumbu yang kuat dalam makanan yang harus dipakai dalam takaran secukupnya dan hati-hati. Kontras menjadi salah satu strategi desain yang paling berpengaruh bagi seorang perancang. Apabila diaplikasikan dengan baik dapat menjadi fokus dan citra aksen pada suatu area kota. Sebaliknya jika diaplikasikan dengan cara yang salah atau sembarangan, maka akan dapat merusak dan menimbulkan kekacauan.
Hal ini sesuai dengan pendapat Brent C. Brolin, bahwasanya kontras bangunan modern dan kuno bisa merupakan sebuah harmoni, namun ia mengingatkan bila terlalu banyak ”shock effect” yang timbul sebagai akibat kontras, maka efektifitas yang dikehendaki akan menurun sehingga yang muncul adalah chaos.
2) Harmony (harmoni/selaras)
Ada kalanya suatu lingkungan menuntut keserasian/keselarasan, hal tersebut dilakukan dalam rangka menjaga keselarasan dengan lingkungan yang sudah ada. Bangunan baru lebih menghargai dan memperhatikan konteks/lingkungan dimana bangunan itu berada, kemudian bersama-sama dengan bangunan yang sudah ada atau lingkungan yang ada menjaga dan melestarikan “tradisi” yang telah berlaku sejak dulu. Sehingga kehadiran satu atau sekelompok bangunan baru lebih menunjang daripada menyaingi karakter bangunan yang sudah ada walaupun terlihat dominan (secara kuantitas).
Kontekstualisme dapat pula dianggap sebagai teknik mendesain yang dikembangkan untuk dapat memberikan jawaban khususnya atas kondisi-kondisi yang bersifat morfologis, tipologis, pragmatis menjadi bersifat pluralistic dan fleksibel, serta bukan dogmatis rasional ataupun terlalu berorientasi kepada kaidah-kaidah yang terlalu universal.

B. Prinsip Kontekstualisme dalam Arsitektur
Kontekstualisme dalam arsitektur pada hakekatnya adalah persoalan keserasian dan kesinambungan visual, memori dan makna dari urban fabric. Prinsip kontekstualisme dalam arsitektur adalah adanya pengakuan bahwa gaya arsitektur suatu bangunan selalu merupakan bagian fragmental dari sebuah gaya arsitektur yang lebih luas.
Pada saat ini prinsip-prinsip yang sesuai untuk masa yang akan datang baru mulai muncul dengan jelas. Manifesto Modern sebagai naskah/tulisan yang sering dipakai untuk mengumumkan daftar prinsip Modern dengan suara keras lebih sensitif pada situasinya. Pendekatan dan pemikiran arsitektural yang sesuai untuk suatu situasi tertentu mungkin tidak sesuai digunakan untuk situasi yang lain. Arsitektur Modern tidak langsung dibuang ke dalam sampah, bahkan masih sangat penting sebagai prinsip yang paling sesuai untuk jalan Jendral Sudirman di Jakarta Pusat lain dari bahasa arsitektural yang sesuai dengan kawasan Keraton Surakarta.
Hal ini merupakan prinsip pokok kontekstualisme yang menjadi salah satu unsur terpenting dalam agenda pasca Modern yang sedang timbul, tapi bukan hanya soal gaya yang terpilih. Generasi baru arsitektur barat telah jenuh membicarakan mengenai gaya arsitektur, yang sedang dicari adalah cara untuk membuatkan jati diri kepada masyarakat serta menawarkan sumbangan nilai-nilai hidup.

C. Kedudukan Arsitektur Kontekstualisme dalam Post-Modern Arsitektur
Selama rentang waktu tahun 1960 sampai 1970-an, perbincangan tentang postmodernisme mulai masuk ke dunia arsitektur. Diruntuhkannya bangunan perumahan Pruitt Igoe, St. Louis, Missouri, yang memiliki karakter arsitektur modern (arus arsitektur International Style yang dipelopori Mies van der Rohe) menandai lahirnya pemikiran arsitektur postmodernisme. Arsitektur postmodern membawa tiga prinsip dasar yakni: kontekstualisme, allusionisme dan ornamental. Prinsip kontekstualisme berarti adanya pengakuan bahwa gaya arsitektur suatu bangunan selalu merupakan bagian fragmental dari sebuah gaya arsitektur yang lebih luas. Prinsip allusionisme berarti adanya keyakinan bahwa arsitektur selalu merupakan tanggapan terhadap sejarah dan kebudayaan. Sementara prinsip ornamental berarti pengakuan bahwa bangunan merupakan media pengungkapan makna-makna arsitektural.
Adalah Robert Venturi, arsitek sekaligus teoritisi awal konsep arsitektur postmodern, dalam bukunya Complexity and Contradiction in Architecture (1966), yang mulai membuka pembicaraan konsep arsitektur postmodern. Ia memaparkan bahwa arsitektur postmodern adalah konsepsi teoritis arsitektur yang memiliki beberapa karakter. Menurutnya, arsitektur postmodern lebih mengutamakan elemen gaya hibrida (ketimbang yang murni), komposisi paduan (ketimbang yang bersih), bentuk distorsif (ketimbang yang utuh), ambigu (ketimbang yang tunggal), inkonsisten (ketimbang yang konsisten), serta kode ekuivokal (ketimbang yang monovokal) (Bertens, 1995: 54).
Sementara itu Charles Jencks, yang diakui sebagai mahaguru arsitektur postmodern, dalam bukunya The Language of Postmodern Architecture (1977), menyebut beberapa atribut konsep arsitektur postmodern. Beberapa atribut tersebut adalah metafora, historisitas, ekletisisme, regionalisme, adhocism, semantik, perbedaan gaya, pluralisme, sensitivisme, ironisme, parodi dan tradisionalisme (Bertens, 1995: 58). Lebih lanjut arsitektur postmodern, menurut Jencks juga memiliki sifat-sifat hibrida, kompleks, terbuka, kolase, ornamental, simbolis dan humoris. Jencks juga menyatakan bahwa konsep arsitektur postmodern ditandai oleh suatu ciri yang disebutnya double coding. Double coding adalah prinsip arsitektur postmodern yang memuat tanda, kode dan gaya yang berbeda dalam suatu konstruksi bangunan. Arsitektur postmodern yang menerapkan prinsip double coding selalu merupakan campuran ekletis antara tradisional/modern, populer/tinggi, Barat/Timur, atau sederhana/complicated.



Read More......

Arsitektur dalam pandangan ISLAM


Arsitektur Islam

Berbicara arsitektur Islam, orang sering teringat pada bangunan-bangunan peninggalan sejarah keemasan Islam, dari ujung Barat (Cordoba di Spanyol) melewati Istanbul di Turki, Samarkand di Asia Tengah, hingga ke ujung timur seperti di Ternate di Indonesia.

Yang sering menjadi titik perhatian adalah bangunan seperti masjid atau yang serupa (Masjid Cordoba, Aya Sofia, Masjid Sultan Ahmet), namun juga sekolah (Al-Azhar) dan istana (Topkapi Palace).

Dalam era modern, arsitektur Islam diasosiasikan dengan arsitektur gaya timur tengah lengkap dengan lengkung-lengkung bak sebuah masjid dan hiasan kaligrafi di sekujur dinding.

Namun bila kita cermati, apa yang menonjol di atas belum memberikan secara lengkap makna di balik istilah “arsitektur Islam” – yang semestinya adalah suatu rancang bangunan yang didasari oleh aqidah Islam dan memenuhi norma-norma dalam syari’at Islam. Ini berarti, tujuan dibuatnya bangunan itu adalah comply atau sesuai dengan tujuan syari’ah atau maqashidus syari’ah, yakni: melindungi jiwa, harta, keturunan, agama, akal, kehormatan, keamanan, dan negara.

Untuk itu perlu dibahas secara singkat dalam tulisan ini, bagaimana suatu arsitektur yang bisa memenuhi maqashidus syari’ah tersebut.Arsitektur yang melindungi Jiwa

Suatu bangunan harus mampu melindungi seseorang dari berbagai potensi yang mengancam jiwa, seperti:

- ancaman cuaca, termasuk banjir; artinya arsitektur suatu rumah dapat disebut islami bila penghuninya bisa merasa tenang tidak akan kebanjiran tiba-tiba tatkala mereka tidur nyenyak. Kekuatan atap dan saluran air hujan cukup untuk menghadapi hujan terlebat. Dan idealnya rumah tersebut memang di lokasi bebas banjir. Namun manakala lokasi itu memang rawan banjir, maka harus dipikirkan mekanisme teknis untuk menangkalnya – misalnya dengan rumah panggung, rumah ponton, atau rumah yang dilengkapi pompa otomatis.

- bencana alam seperti gempa dan tsunami; hampir sama dengan ancaman cuaca, artinya konstruksi rumah tersebut harus dibuat tahan gempa dan tsunami.

- risiko kebakaran; artinya bangunan itu dibuat dengan bahan-bahan tahan api, atau dengan alat-alat pendeteksi dini kebakaran, pemadam api otomatis atau jaringan listrik yang bebas overload dan berrisiko hubungan pendek yang memicu kebakaran.

- ancaman hama dan binatang buas; ini artinya desain rumah itu sedemikian rupa sehingga tidak perlu ada binatang tak diundang masuk dan berrisiko kesehatan, mulai dari srigala, ular, tikus hingga ke lalat atau nyamuk. Untuk yang terakhir ini bisa menggunakan jaring kasa atau tanaman spesial yang mampu menghalau serangga.

- ancaman polusi, baik yang berasal dari luar maupun dalam; artinya polusi udara dari luar tidak masuk ke dalam, dan pada saat yang sama udara kotor di dalam (terutama dari dapur) dapat berganti dengan udara segar – perlu sistem ventilasi yang baik, yang sewaktu-waktu dibutuhkan dapat dibuka-tutup dengan cepat. Sementara itu bahan-bahan yang digunakan dalam konstruksi (termasuk cat) juga harus yang ramah lingkungan dan ramah kesehatan.

Pendek kata arsitektur di sini berupaya agar bangunan benar-benar aman dan sehat.

Arsitektur yang melindungi Harta

Suatu bangunan harus mampu melindungi harta penghuninya, baik langsung maupun tak langsung. Melindungi langsung telah jelas, yakni tidak memberi kesempatan tanga jahil untuk usil; sedang tak langsung artinya bangunan itu dirancang sedermikian rupa sehingga hemat dalam pemanfaatan dan pemeliharaannya. Dia hemat energi, karena letak ruang-ruangnya juga optimal dalam mendukung fungsi bangunan, serta optimal menggunakan cahaya alam atau udara segar, tak perlu banyak lampu atau AC. Kalaupun menggunakan lampu listrik atau AC akan dipilih yang hemat energi.

Arsitektur yang melindungi Kehormatan

Suatu bangunan harus memiliki tempat privacy, di mana berlaku syari’at yang berbeda dengan tempat yang mudah diakses (dilihat / dimasuki) publik. Pada tempat inilah wanita tidak wajib mengenakan jilbab atau kerudung. Dengan demikian kehormatan mereka terjaga. Artinya keberadaan pagar, dinding luar atau bentuk dan jenis jendela menjadi penting.

Pada ruang privat inipun, ada kamar yang terpisah antara suami istri dengan anak-anaknya, dan antara anak laki-laki dengan anak perempuan, sehingga masing-masing dapat tumbuh normal sesuai syari’at tentang ijtima’. Ada pula ruang untuk menampung tamu atau anggota keluarga yang boleh aurat wanita lain di dalam rumah itu. Pada rumah yang cukup besar, pemisahan ini bisa sampai pada ruang rekreasi dalam rumah, misalnya kolam renang.

Pada masa lalu – di istana para bangsawan, daerah para wanita ini sering disebut “harem” – yang arti sesungguhnya adalah kawasan yang tidak boleh dimasuki sesuka hati oleh lelaki yang bukan mahram.

Arsitektur yang melindungi Keturunan

Terkait dengan di arsitektur yang melindungi kehormatan adalah arsitektur yang melindungi keturunan. Anak-anak harus dapat dibesarkan secara islami dan sehat dalam rumah itu. Ada ruang yang cukup agar anak-anak dapat bermain, berkreasi dan mengembangkan seluruh potensinya, baik kognitif, afektif maupun psikomotoriknya. Pada area yang cukup luas, perlu untuk membuatkan semacam ruang anak (Kidsroom) tempat dia berlatih seperti melukis, bernyanyi, menari, olahraga, komputer, eksperimen sains dan sebagainya. Setidaknya setiap anak mendapat tempat belajar yang nyaman dan kondusif.

Selain itu, harus dirancang sedemikian rupa sehingga kemungkinan kecelakaan di dalam rumah karena terguling di tangga atau terbentur sudut runcing dapat dihindari.

Arsitektur yang melindungi Agama

Agama adalah hal yang terpenting untuk diwariskan pada anak. Ini artinya kehidupan religius harus benar-benar ada di rumah. Jangan jadikan rumahmu kuburan – kata Nabi – dirikan sholatlah sunat di rumah. Secara arsitektoris sebaiknya ada tempat khusus untuk taqarrub (ritual agama), seperti tempat meditasi, yaitu mushola berikut tempat wudhunya. Mushola ini bisa untuk sholat berjama’ah, taddarus atau diskusi agama. Di dalam mushola pula bisa ditaruh perpustakaan buku-buku agama. Bahkan bila mushola ini cukup besar bisa untuk aktivitias pengajian bersama tetangga.

Selain ruang khusus seperti ini, suasana di rumah juga bisa dibuat lebih melindungi agama dengan menaruh kaligrafi atau pesan-pesan moral.

Arsitektur yang melindungi Akal

Setelah arsitektur menguatkan sisi nafsiyah dengan suasana religus, maka fungsi rumah perlu untuk juga menguatkan akal. Jadilah rumah yang cerdas dan mencerdaskan. Mirip dengan fungsi sebelumnya, di sini perlu ada ruang untuk mengembangkan diri dan meningkatkan ilmu di mana orang merasa nyaman belajar atau meningkatkan wawasannya. Hal itu bisa berupa ruang multimedia (ada TV, internet, …) atau perpustakaan, atau sekedar ruang baca dan belajar. Suasana belajarpun perlu dipupuk dengan memasang hiasan-hiasan dinding yang merangsang berpikir.

Arsitektur yang melindungi Keamanan

Secara umum sebuah bangunan harus mampu memberikan rasa aman, baik dari yang mengancam jiwa, harta, kehormatan, keturunan agama, maupun akal. Karena itu perlu ada beberapa konsep keamanan yang harus dipikirkan. Pada umumnya konsep yang telah banyak dimengerti adalah keamanan jiwa dan harta. Namun kalau hanya konsep ini saja yang diterapkan, maka rumah akan menjadi benteng. Amannya hanya dari gangguan eksternal. Sebaiknya memang konsep ini mengintegrasikan juga yang lain. Rumah jadi aman luar dalam. Di dalam tidak ada resiko pada kehormatan, keturunan, agama maupun akal.

Arsitektur yang melindungi Negara

Melindungi negara harus dibangun dari bawah., dari kerukunan antar tetangga. Mereka satu sama lain akan saling melindungi. Ini artinya, arsitektur harus sedemikian rupa sehingga tidak mengisolir rumah dari tetangganya. Justru seharusnya, arsitektur membuat antar tetangga bisa akrab, saling menyayangi sehingga timbul ukhuwah. Fungsi ini harus bisa terpenuhi tanpa berbenturan dengan fungsi lainnya (misalnya fungsi melindungi kehormatan).

Kesimpulan

Bangunan berarsitektur syari’ah dapat diringkas sebagai:

- didesain tahan banjir, gempa, kebakaran, hama maupun polusi.

- hemat energi, dalam pemakaian / pemeliharaan.

- penghuni wanita memiliki ruang privat yang hanya boleh dimasuki mahram; ruang sendiri untuk suami istri, anak lelaki dan anak wanita.

- Memiliki ruang main anak, dan dirancang agar kecelakaan di dalam rumah minimum.

- Memiliki ruang khusus taqarrub (mushola) dan suasana penuh pesan moral.

- Memiliki ruang untuk mengembangkan diri dan meningkatkan ilmu / wawasan, seperti perpustakaan atau ruang multimedia.

- Memberi rasa aman baik di luar maupun di dalam.

- Didesain akrab dengan tetangga.

Inilah prinsip-prinsip arsitektur syariah. Sekilas memang pada ruang dengan lahan luas, hal-hal ini relatif lebih mudah dipenuhi. Namun demikian, dengan pemikiran yang seksama, sebenarnya ruang berlahan sempit pun dapat pula disiasati sehingga seluruh fungsi maqashidus syariah itu bisa terpenuhi.

Dr.-Ing. Fahmi Amhar
Pecinta aristektur
www.islamic-center.or.id


Read More......